Rabu, 10-Februari-2021 21:42

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Pengamat komunikasi politik Jamaluddin Ritonga mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat untuk lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah
Menurutnya, ajakan presiden itu tentu aneh mengingat Indonesia menganut demokrasi. Pasalnya, ia menyebut, di negara demokrasi, kritik itu harusnya mengemuka secara alamiah, bukan diminta. Masyarakat akan aktif menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah, termasuk atas sikap dan perilaku pejabat negara.
"Jadi, kalau presiden meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, berarti ada yang tidak beres dalan praktik demokrasi di Indonesia. Demokrasi berjalan seolah-olah belum memberi ruang yang besar pada masyarakat untuk menyampaikan kritiknya," kata Jamaluddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/2/2021).
- Sindir Jokowi dalam Kasus Kerumunan di NTT, Refly Harun Bilang Begini
- Mantan Wasekjen MUI Sindir Kerumunan Jokowi: Di Amerika, Presiden Langgar Aturan Dibully Rakyat
- FH Tanggapi Pernyataan TZ Bakal Bantu Bangsa Kalau Jokowi Wafat
- Dokter Tirta Bela Jokowi, TZ: Hadiah yang Dibagi Itu untuk Kerumunan Jin dan Dedemit?
Padahal, lanjut Jamaluddin, ruang untuk itu sangat terbuka sejak anak bangsa sepakat menganut demokrasi. Hanya saja, dalam perjalanannya, ruang menyatakan kritik itu menjadi terbelenggu setelah bermunculan buzzer bayaran di media sosial.
"Para buzzer bayaran tak sungkan menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah. Hal itu sudah dialami Kwik Kian Gie, Susi Pudjiastuti dan para pengkritik pemerintah baik di media massa maupun di media sosial. Sampai- sampai Kwik merasa takut untuk mengkritik pemerintah lagi," ujarnya.
Jamiluddin menambahkan, perilaku buzzer bayaran memang tak lazim di negara demokrasi. Sebab, di negara demokrasi ancaman terhadap pengkritik lazimnya dari negara (state). Hal ini juga mengemuka dalam literatur Barat, ilmuwan di sana umumnya hanya percaya ancaman terhadap pengkritik hanya dari negara.
"Bila ada ancaman terhadap pengkritik dari buzzer bayaran (masyarakat), ilmuwan Barat pada umumnya tidak percaya. Padahal, di Indonesia hal itu terjadi, dimana buzzer (masyarakat) melakukan ancaman terhadap pengkritik. Bahkan orang sekelas Kwik saja sampai ketakutan," ungkapnya.
Karena itu, Jamaluddin menegaskan, kalau presiden ingin masyarakat aktif mengkritik pemerintah, maka para buzzer bayaran yang pertama harus ditertibkan. Sebab, mereka ini yang aktif menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah.
"Masalahnya, apakah Presiden Jokowi mau menertibkan para buzzer bayaran? Kalau tidak, tentu ajakan Presiden Jokowi agar masyarakat aktif mengkritik pemerintah hanya basa basi politik saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Hal itu disampaikan Jokowi dalam pidatonya di acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).
Pada kesempatan tersebut, Presiden jugameminta pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan publik. Jokowi ingin pelayanan publik semakin baik di masa mendatang. Dia berharap seluruh pihak ikut ambil bagian dalam mewujudkannya.
"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, ataupun potensi maladministrasi, dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Presiden Jokowi.
Reporter : Adiel Manafe
Editor : Sesmawati
Tag