Minggu, 24-January-2021 19:36

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Polemik persoalan kewajiban berjilbab bagi siswi non-muslim yang terjadi di SMKN 2 Padang Sumatera Barat masih menyisakan petrdebatan panjang.
Meski sejumlah tokoh sudah menanggapi, namun banyak pihak menganggap persoalan belum tuntas. Pegiat media sosial Denny Siregar bahkan menanggapinya melebar ke permasalah lain terkait bagaimana seseorang memandang agama dan simbol-simbol tertentu yang digunakan di dalamnya.
"Agama kok dibanggakan. Agama itu aturan2 supaya manusia gak barbar. Namanya aturan ya dipelajari, dimengerti dan dijalankan," kata Denny, Minggu (24/1/2021).
- Denny: KPK dari Dulu Bisanya Cuma Nyadap Doang, Trus OTT, Jadi KPK Itu Singkatan dari Komisi Penyadapan Korupsi
- DS: Lu Mau Samakan Penyambutan @jokowi di NTT sama dengan Rizieq? Samanya dari Mana?, Hhh... K*tang Bekas
- Pasha Ungu Sebut Giring Naif, DS: Salah Giring itu Nidji
- Denny Sindir Tengku Zul: Mending Maen Ayam Aja deh, Kan Pandemi Amplop Berkurang
"Trus yang mau dibanggakan apanya ? Aturannya atau output dari aturan itu sendiri? Eh kadrun paham gak ya?" imbuh Denny.
Denny sebelumya juga sudah mencuit sentilan tentang persoalan yang sama, katanya: "Mereka yang masih sibuk membanggakan agamanya dengan aksesoris dan simbol2, sebenarnya lemah dalam memahami agamanya secara hakikat dan logika.."
"Mereka seperti sebuah buku yang tidak ada isinya dan membungkusnya dengan sampul yang terindah," lanjut Denny.
Sementara sebelumnya secara terpisah, polemik sisi non-muslim wajib berjilbab di Padang juga mendapat sorotan Menko Polhukam Mahfud MD.
Mahfud mengungkapkan, pada akhir 1970-an sampai dengan 1980-an, anak-anak sekolah dilarang mengenakan jilbab. Saat itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) mendapatkan protes keras.
"Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," kicau Mahfud MD dalam akun Twitternya, @mohmahfudmd, Minggu (24/1/2021).
Dia pun mengungkapkan bahwa pada awal tahun 1950-an, Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan sekolah umum dan sekolah agama mempunyai civil effect yang sama. "Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," ujar Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri itu sekarang menunjukkan hasilnya."Pejabat-pejabat tinggi di kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan Polri, banyak diisi oleh kaum santri. Mainstream ke-Islaman mereka adalah 'Wasathiyah Islam':moderat dan inklusif'," ungkapnya.
Reporter : Taat Ujianto
Editor : Taat Ujianto
Tag