Jumat, 27-November-2020 21:56

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Sederet persoalan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga yang dipimpin Dyah Hayuning Pratiwi, mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Setelah dugaan penyimpangan dalam pengadaan proyek kambing bernilai Rp 200 juta dan proyek pembangunan Gedung DPRD senilai Rp 7,7 miliar yang ramai diperbincangkan, kali ini Pemkab Purbalingga kembali disorot terkait tanah yang dihibahkan kepada IAIN.
Adalah Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA) yang menyoroti kebijakan Pemkab Purbalingga menghibahkan lahan seluas 170.702 meter persegi dengan nilai Rp 2,49 miliar kepada IAIN Purwokerto pada 25 September 2020 lalu.
- Kasus Bunuh Diri Anak dan Perempuan di Jepang Naik Drastis, Tak Disangka Ini Pemicunya
- Uji Kelayakan Besok, Komjen Listyo Diyakini Tanpa Kendala untuk Jadi Kapolri
- Izin Darurat Vaksin Merah Putih Buatan Eijkman dan LIPI Diprediksi Keluar Februari 2022
- Ngeri, Korban Meninggal COVID-19 Diprediksi 100.000/Pekan dalam Waktu Dekat
"Pemberian hibah ini sangat janggal dan diduga tidak sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan," kata Adri kepada wartawan, Jumat (27/11/2020).
Karena itu, ALASKA meminta kepada KPK untuk turun tangan menyelidiki tanah hibah tersebut. "KPK harus fokus mengungkap bahwa proses tanah hibah ini belum dapat persetujuan kolektif dari pimpinan anggota dewan, atau anggota dewan lainnya," ujar Adri.
Seharusnya, lanjut Adri, untuk penyaluran hibah tanah seluas 170.702 meter persegi, dibahas dan disepakati terlebih dahulu antara Bupati Dyah Hayuning Pratiwi selaku kepala Daerah dengan DPRD Kab. Purbalingga secara kelembagaan dan melalui mekanisme yang sudah diatur.
Adri lantas menyebut bahwa pemberian hibah tanah untuk IAIN Purwokerto adalah kebijakan kelam dari bupati Dyah Hayuning Pratiwi.
"Sama kelamnya ketika Dyah Hayuning Pratiwi memilih untuk berpasangan dengan Sudono sebagai mantan napi korupsi untuk menjadi pasangannya dalam Pilkada 2020. Hal ini jelas sangat bertentangan dan menciderai semangat pemberantasan korupsi di Kabupaten Purbalingga," terangnya.
Terkait dengan majunya eks narapidana korupsi di Pilkada 2020 ini, juga mendapat sorotan dari Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Ia mengatakan, secara prinsip, sulit untuk menerima fakta bahwa daerah dipimpin oleh mantan napi koruptor.
Karena bagaimana bisa seorang pemimpin akan menjalankan pemerintahan dengan masa lalunya pernah melakukan korupsi, apa jaminan yang kemudian membuat dia tidak akan membuat hal serupa lagi.
"Tentu saja itu jadi sulit ketika kemudian dia merasa didukung oleh partai politik pada saat Pilkada ini. Artinya potensi dia mengulangi perbuatannya itu sangat terbuka," ungkap Lucius.
Karenanya, Lucius menyebut, sangat penting untuk menggunakan waktu yang tersisa sebelum Pilkada ini untuk menyadarkan pemilih akan pentingnya untuk memilih calon-calon yang bukan mantan koruptor, yang track recordnya lebih bersih.
"Jadi penting untuk menyerukan kepada pemilih, jangan pilih mantan napi koruptor. Karena sekali rakyat membiarkannya, maka kita ikut arus partai politik yang menganggap mantan napi koruptor orang-orang yang layak diberikan tempat dalam panggung politik," bebernya.
Terlebih, kata Lucius, ada pengalaman dimana mantan narapidana korupsi terpilih lagi dan dia mengulangi perbuatannya. "Oleh karena itu, pemilih atau publik bisa diandalkan untuk memastikan calon-calon yang tidak berintegritas itu tidak terpilih," pungkasnya.
Seperti diberitakan, beberapa waktu lalu Direktur CBA Uchok Sky Khadafi, meminta kepada KPK untuk menyelidiki kasus dugaan penyimpangan pengadaan proyek kambing dan proyek pembangunan Gedung DPRD di Pemkab Purbalingga.
Reporter : adiel
Editor : sulha
Tag