Selasa, 12-January-2021 08:20

JAKARTA, NETRALNEWS.COM – Pengamat Politik Rocky Gerung menduga sejak awal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi tokoh yang menginginkan Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan.
Pernyataan ini disampaikan Rocky mengingat Menkopolhukam Mahfud MD yang dinilai kerap ucapkan ancaman dan permusuhan. Saat umumkan pembubaran FPI, Mahfud diamati Rocky dan ada bahasa tubuh yang kaku.
Menurut Rocky, Mahfud adalah orang yang berintelektual dan tidak mengurusi orang yang sekedar berbeda pendapat. Pengamatan Rocky, Mahfud melakukan tindakan itu karena diperintahkan oleh atasan.
- Eko Sindir Pengkritik Gerakan Wakaf Tunai: Maunya Gerakan Rampas Tanah, Kayak Tanah PTPN VIII yang Diduduki Markaz
- RG Ucapkan Selamat ke Jokowi karena Tak Ditipu Guru Besar USU yang Diduga Rasis pada Pigai
- Guru Besar USU Diduga Rasis pada Pigai, RG: Serahkan Diri Kalau Profesor Otaknya Cukup
- Blokir Rekening oleh PPATK, FH: Sudah Tepat FPI tak Diberi Ruang di Negeri Ini
“Pasti karena diperintahkan atasannya. Maka dia tampil sebagai tukang pukul Habib Rizieq di depan pers,” ujar Rocky, dikutip dari pernyataan di kanal Youtubenya, Selasa (12/1/2021).
Pembubaran FPI itu lantas memperburuk adaptasi masyarakat pada keadaan yang tengah “ruwet” saat ini. Sebut saja Pandemi Covid−19 yang belum usai hingga bencana alam.
“Mentargetkan Habib Rizieq itu betul−betul kekonyolan. Karena Habib Rizieq tidak punya partai, mau ngapain? Mau bikin negara Islam pakai apa?,” ujar Rocky.
Rocky pertanyakan, apa karena ada dugaan soal teroris. Menurutnya mustahil, karena harus membeli senjata berbagai macam dan diketahui pada AD ART FPI, tidak boleh melakukan dan berpikir kekerasan. Kalapun ada anggotanya yang bertindah seperti itu, tinggal diciduk.
“Kecurigaan di back up oleh kebencian politik. Kalau fakta ada teroris, kita semua berupaya tangkap teroris Petamburan selesai tuh. Tapi hak perdata mantan anggota FPI tidak ada alasan negara membatalkannya,” jelas Rocky yang singgung pemblokiran rekening FPI dan anak Habib Rizieq Shihab (HRS).
Hak perdata dikunci kekuasaan, sehingga kehidupan ekonomi dan sosial terbengkalai. Menurutnya ini menjadi pelanggaran HAM sesungguhnya. “Negara intervensi halangi orang berpikir dan negara intervensi orang punya rekening,” sambung dia.
Reporter : Martina Rosa Dwi Lestari
Editor : Sulha Handayani
Tag