Minggu, 27-December-2020 18:39

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Sebelumnya diberitakan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah mengeluarkan somasi kepada FPI agar lahan yang dijadikan markasnya di Megamendung dikosongkan segera.
Sementara itu, FPI mengaku punya bukti bahwa lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, yang dijadikan Markaz Syariah, sudah ditelantarkan sejak 1991.
Menanggapi polemik tersebut, Minggu (27/12/20) melalui akun Twitternya, pegiat media sosial Eko Kuntadhi malah membuat cuitan menyindir, katanya: "Mulai sekarang kalau kamu punya pacar, tolong diperhatiin. Kalau ditelantarkan, nanti disamber FPI..."
- Rekening FPI Terdekteksi Aktivitas Transfer Antar Negara, Eko: Teriak Aseng, Asing Nyatanya Mereka ....
- Yahya Waloni Remehkan Covid-19, EK: Teman-Teman Kristiani, bisa Gak Barang Rijek Ini Dikembalikan Lagi?
- Namanya Diseret Pandji, Thamrin Tamagola Bantah Sebut Muhammadiyah dan NU Elitis
- PTPN VIII Laporkan HRS ke Bareskrim, EK: Kemarin Baru Disomasi, Kini Udah Dilaporkan
Sementara secara terpisah diberitakan Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin sempat memberikan tanggapan terkait konflik lahan yang terjadi antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah (MS) pimpinan Habib Rizieq Shihab di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Sebelumnya, PTPN VIII telah mengeluarkan somasi meminta agar Markaz Syariah menyerahkan lahan. Kemudian, Front Pembela Islam (FPI) merilis video berisi penjelasan Habib Rizieq mengenai masalah tersebut. Intinya, Habib Rizieq mengakui PTPN VIII memiliki hak guna usaha (HGU) yang menjadi Ponpes Markaz Syariah. Kendati demikian, tanah itu ditelantarkan selama 30 tahun.
"Hak Guna Usaha (HGU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah habis jangka waktunya, dan tidak ada tanaman lagi di atasnya, tetap merupakan aset negara, sehingga pelepasannya harus melalui Menteri BUMN," ujar Iwan seperti dilansir Okezone.com, Kamis (24/12/2020).
Dia mengatakan, jika belum ada pelepasan maka yang memakai tanah tersebut belum dapat mensertifikatkan."Jadi sebenarnya pemanfaatan FPI untuk pondok pesantren pada tanah BUMN dapat disebut sebagai pelanggaran hukum," ucapnya.
Iwan menambahkan, penggunaan dan pemanfaatan oleh pihak ketiga bukan untuk pertanian atau perkebunan sebenarnya juga tidak sesuai dengan tata ruang, karena HGU pada dasarnya bukan untuk bangunan. Dalam UUPA, Bangunan Badan Usaha diatur dalam HGU.
"Peraturan Pemerintah 11/2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar mengecualikan tanah negara termasuk di dalamnya set BUMN atau PTPN, sehingga hapusnya HGU akibat penelantaran tanah oleh mereka dikecualikan," jelasnya.
Jika menggunakan aturan land reform atau reforma agraria, yakni redistribusi tanah negara yang habis jangka waktunya, pihak seprti FPI belum tentu sebagai pihak yg berhak sebab land reform ditujukan untuk masyarakat miskin.
"Selain itu, juga sedapat mungkin tidak merubah tata ruang pemanfaatan tanah," pungkasnya.
Reporter : Taat Ujianto
Editor : Taat Ujianto
Tag